Schedule

20180930_Training

AYBUN, KETIKA KITA GAGAL MENINGKATKAN SKILL RESOLUSI KONFLIK, MEMBUNUH ORANG JADI HAL YANG BIASA SAJA
.
Oleh: Pak Ading, Childhood Optimizer Trainer
===================
Haringga Sirla, seorang anak muda pendukung klub bola, tewas dikeroyok massa karena fanatisme buta. Ia dipukul, ditendang, dihajar secara brutal, dengan menggunakan balok kayu, piring, botol, dan benda-benda lainnya hingga meregang nyawa, dan akhirnya meninggal dunia. Silakan cari sendiri video 29 detik penuh pilu di Youtube. Ini video yang sangat menyedihkan. Sungguh! Nyawa manusia tak berharga, hanya karena ia mendukung klub berbeda dan diteriaki oleh massa. Apa salahnya berbeda klub yang didukung? So what? Kenapa perlu membunuh orang yang tak berdosa?
.
Apa yang bisa kita potret dari kejadian pembunuhan seorang suporter bola itu? Banyak hal. Namun, salah satu hal paling dasar yang bisa dimiliki manusia adalah minusnya skill dalam resolusi konflik. Ya, orang-orang yang membunuh manusia lain yang juga suporter bola itu, gagal BICARA jika ia punya MASALAH.
.
Ada 4 level resolusi konflik. Pertama, resolusi konflik pasif ala bayi. Biasanya fase ini terjadi di usia 0-2 tahun. Apa yang dilakukan bayi saat dia mendapatkan masalah? Hanya ada 2 hal: kalau tidak menangis, ya dia diam. Kalau lupa menaiklevelkan ke level tertinggi, yaitu berbahasa, maka selamanya seseorang itu akan berada di level pasif ini. Bahkan sampai ia besar (baca: tua) kelak. Maka dari itu, di Indonesia tumbuh subur perundungan, karena banyak korbannya cenderung diam, tidak berani bicara, dan dengan serta merta mau menanggung segala penderitaan yang ada. Demi apa? Demi sesuatu yang tidak logis, tidak jelas.
.
Kedua, resolusi konflik serangan fisik. Ini biasanya terjadi pada anak usia 3-4 tahun. Kalau ada masalah, dia akan hancurkan barang, pukul orang lain, dorong, sikat miring, pokoknya destruktif. Begitu barang/ orang itu dirusak olehnya, dia puas. Bagaimana dengan masalahnya? Masalahnya gak ada solusi. Dia malah bikin masalah baru. Barang rusak, orang teraniaya. Jika lupa menaiklevelkan tahap resolusi konflik ini ke level tertinggi, yaitu berbahasa, maka orang ini akan tetap berada di sini. Ada masalah di keluarga, langsung dia lempar piring, rusak barang, pukul orang. Malah menambah masalah-masalah baru. Hidupnya tidak solutif.
.
Ketiga, resolusi konflik serangan verbal. Ini biasanya terjadi pada anak usia 5-6 tahun. Kalau ada masalah, dia akan menyerang orang lain secara verbal. Kosakatanya mulai kaya. Ia akan rongrong orang yang tak ia sukai dengan kata-kata yang memborbardir, sampai orang lain itu terpojok, tidak bisa menjawab, atau bahkan bikin sakit hati dan nyelekit bagi pendengarnya. Bagaimana dengan masalahnya? Masalahnya tetap tidak ada solusi. Masalahnya stuck begitu saja. Alih-alih mencari solusi, level resolusi konflik di tahap ini, bahkan nambah masalah baru. Orang-orang yang tersakiti hatinya, akan menimbulkan masalah baru lagi di dalam relasi kemanusiaan berikutnya.
.
Keempat, resolusi konflik berbahasa. Ini adalah level tertinggi yang perlu dicapai oleh siapapun manusia dengan prediket manusia terdidik dan berbudaya. Ini biasanya sudah bisa kita temukan pada anak usia 6 tahun ke atas, dimana dia sudah lancar bicara jika ada masalah. Ia berani ungkapkan apa yang mengganjal di hatinya. Ia sampaikan dengan tata bahasa yang halus, tidak menyinggung, rapi-jali, sesuai kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar, SPOK (Subjek-Prediket-Objek-Keterangan). Struktur bahasa yang digunakan membuat orang lain nyaman, dan bisa segera solutif menyelesaikan masalah. Lawan bicara jadi lebih mudah memahami maksud dan tujuan, lalu memberi respon atas stimulasi yang disampaikan.
.
Nah, kembali ke masalah suporter bola yang membunuh seorang suporter klub yang berbeda secara beramai-ramai, itu masalahnya dimana? Masalahnya mereka belum sampai di fase tahap resolusi konflik tingkat tertinggi, berbahasa. Ada masalah, bukan malah bicara, tapi langsung main hajar, serangan fisik. Tidak ada belas kasihan di video pengeroyokan yang berujung maut itu. Tidak ada empati. Tidak ada perceptual position di kejadian itu. Otak si pengeroyok yang jumlahnya lebih dari 5 orang itu, benar-benar tidak dipakai. Mereka tidak berpikir panjang, sebab-akibat. Kalau saya lakukan ini, apa yang terjadi dengan saya di masa mendatang ya? Apa dampak yang bisa saya tanggung ya? Otak pusat berpikirnya tidak sampai sana fungsi dan perannya. Otaknya kosongan. Tidak dipakai.
.
Tindakan mengeroyok orang yang berbeda klub sepakbolanya juga mencerminkan bagaimana orang-orang itu GAGAL KLASIFIKASI mana masalah yang penting dan genting, mana yang masalah sepele. Dirinya dikuasai emosi berlebih yang bisa jadi dipicu oleh konsumsi barang-barang yang tidak sehat untuk badan. Skill analisa tidak ada, sehingga nyawa manusia itu dianggap murah sekali atau bahkan tidak berharga sama sekali. Otak primitifnya menyala, dan ketika hal itu terjadi, opsi yang tersedia hanyalah: saya hajar dia, atau kalau tidak saya yang dihajar. Pilihannya hanyalah antara dua: hidup atau mati. Ya, sedangkal itu mereka berpikir.
.
Tahun 2045 kelak, negara kita diprediksi sebagai negara yang rajin dan produktif ‘mencetak anak’. Kita dapat surplus bonus demografi di 100 tahun Indonesia merdeka. Dimana, negara-negara lain udah minus pertumbuhan penduduknya, namun ternyata negara kita malah kelebihan orang dengan usia produktif 15-64 tahun. Namun, coba Anda bayangkan! Jika orang-orang yang jadi BONUS DEMOGRAFI itu level resolusi konfliknya bukan di level berbahasa, tapi ada di level pasif bayi, serangan fisik, serangan verbal, maka negara kita malah tidak bisa menikmati surplus demografi itu. BONUS DEMOGRAFI itu bukan malah jadi BERKAH buat negara kita agar punya nilai unggul dari negara lain, tapi malah jadi MUSIBAH. MUSIBAH BESAR karena orangnya tidak berdaya atas dirinya, selalu bikin onar, gampang terpancing emosional, mudah diprovokasi, GAGAL KLASIFIKASI BERPIKIR dan BERTINDAK, dan lain sebagainya. Sungguh, jika itu terjadi, kita akan berada di titik nadir sebagai sebuah bangsa.
.
Bagaimana caranya agar persiapan BONUS DEMOGRAFI tahun 2045 di negara kita itu bisa jadi BERKAH? Kita perlu mulai dari rumah kita sendiri, dari keluarga kita, dari pasangan kita. Ciptakan hubungan yang sehat. Bangun komunikasi yang terbuka, intens, serta berada di level resolusi konflik BERBAHASA. Jika ada masalah, kita bicara. Bicara adalah salah satu cara menyelesaikan masalah.
.
Jika anak kita masih merengek-rengek, guling-guling, dan memaksa dibelikan mainan di mall, masih merusak barang dan menyakiti fisik orang lain jika tak suka sesuatu, masih menyakiti orang lain dengan kata-katanya yang setajam silet, maka sebenarnya PR (Pekerjaan Rumah) kita tidaklah ringan. Kita perlu serius menuntaskan masalah-masalah itu sejak anak kita usia dini. Kalau bisa, kita ajak anak kita berada di level resolusi konflik di level tertinggi, BERBAHASA. Supaya apa? Supaya ketika anak kita tuntas dengan pola pikirnya sendiri, mampu memilah dan memilih apa respon terbaik ketika menghadapi masalah, maka energinya bisa dialokasikan untuk membuat atau mencetak karya-karya besar yang solutif bagi orang banyak. Waktu, energi, tenaga, pikiran, tidak habis untuk berantem belaka.
.
Nah, jika aybun ingin mengambil peran penting dalam mempersiapkan BONUS DEMOGRAFI bangsa Indonesia di tahun 2045, maka kita perlu latih anak kita sejak ia usia dini. Dari rumah, kita sudah ajarkan dia untuk BICARA jika ada masalah. Komunikasi kita dengan anak kudu lancar dulu. Jangan sampai ada kata macet. Jangan sampai banyak asumsi yang melandasi komunikasi kita di rumah tangga. Kurangi asumsi, perbanyak klarifikasi. Bagaimana caranya agar anak kita bisa CERDAS BAHASA dan bisa menyampaikan masalah dengan jelas kepada orang lain? Mari, ikutilah CHILDHOOD OPTIMIZER TRAINING, Ahad, 30 September 2018, di MAN INSAN CENDEKIA SERPONG, Jalan Cendekia No 1, BSD City Sektor XI, Tangerang Selatan. Training ini dilakukan dari jam 08.00-17.00 WIB, dipandu oleh Pak Ading, Childhood Optimizer Trainer.
.
Apa yang dipelajari? Pertama, bagaimana teknik mengenali anak lebih dalam dengan cara-cara paling praktis dan mudah diduplikasi di rumah. Kedua, bagaimana teknik menguasai diri Anda selaku orangtua, agar tidak mudah terpancing emosional menghadapi anak tantrum (mengamuk). Ketiga, bagaimana membangun teknik komunikasi yang tepat, efektif, positif, memberdayakan potensi dan kecakapan berpikir anak kita. Keempat, mengenali bagaimana teknik bertanya yang variatif dan tidak membuat anak bosan ketika ditanya. Kelima, bagaimana teknik menjaga konsistensi pola pengasuhan dengan menyelaraskan pola pengasuhan antara orangtua dengan mertua/ kakek-nenek/ asisten rumah tangga.
.
Apa saja fasilitas yang didapatkan? Ayah-Bunda akan mendapatkan Q-Card materi, snack, makan siang, training dengan komposisi 50% teori-50% praktik, pemberian feedback ketika melakukan role play masalah, pendampingan melekat setelah training dan dipandu hingga berubah skill/ behaviornya, serta tergabung di dalam Childhood Optimizer Learning Community, dimana para aybun pembelajar berkumpul bersama, berbagi tips dan trik bagaimana membangun komunikasi yang efektif dan menyenangkan dengan anak di rumah. Kabar gembira lainnya, aybun bisa membawa anak dengan tambahan ekstra biaya Rp 50.000/ anak (sudah include makan siang).
.
So, Sila DAFTAR SEKARANG JUGA karena tempat TERBATAS! Isi form berikut: http://bit.ly/COTBSDatau hubungi Andin 08118686084.
.
Mari kita berperan aktif dalam membangun bangsa, dimulai dari memperbaiki skill komunikasi kita di rumah bersama anak. Bangsa ini adalah bangsa yang besar, dan penuh potensi. Tapi, jika kita lupa membangun anak-anak kita dari sekarang, mereka hanya akan jadi bagian dari MASALAH, bukan SOLUSI buat bangsa ini di masa depan. Mari jadi pahlawan buat bangsa kita dengan cara yang paling mudah dan murah: perbaiki skill komunikasi keluarga kita!
.
KARIR MENANJAK MAKSIMAL, ANAK TUMBUH OPTIMAL!
.
DAFTARKAN DIRI ANDA SEKARANG JUGA! Klikhttp://bit.ly/COTBSD